Setiap hari kita baca paling tidak tujuh belas kali "Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Egkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat".
Siapakah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah? tentu saja para nabi dan para sholihin. Lalu apakah nikmat itu?
Siapakah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah? tentu saja para nabi dan para sholihin. Lalu apakah nikmat itu?
Seringkali kita berfikir dan memandag nikmat itu dari sisi materi. Nikmat itu apabila kita memiliki sandang, pangan dan papan yang cukup. Suatu pemimpin dikatakan berhasil apabila mampu mensejahterakan rakyatnya secara materi, negara disebut maju apabila ada indikator pendapatan perkapita yang tinggi, dan seterusnya semuanya bercirikan materi
Bila kita lihat kehidupan para Nabi dan para sholihin, menurut Allah merekalah yang telah diberi nikmat. Lalu tanyakanlah berapa harta peninggalan Rasulullah ketika beliau wafat? bagaimana beiau menjalani kehidupannya? pernah Rasulullah mengganjal perutnya dengan batu karena lapar, seringkali tidak ada makanan di dapur beliau. Tanyakan bagaimana kehidupan para sahabat, berapa harta peninggalan mereka saat mereka wafat. Tidak ada yang berusaha menumpuk harta untuk tujuh turunan karena yakin Allah lah yang akan menghidupi mereka sepeninggal mereka.
Tanyakan pula apakah mereka hidup dengan bersenang-senang? Tidak, mereka hidup penuh perjuangan, tantangan kehidupan yang sangat berat hingga Allah memberi julukan ulul 'azmi bagi lima orang nabi dengan perjuangan yang paling hebat.
Lalu apa yang disebut dengan nikmat? Nikmat masih satu akar dengan kata na'ama yaitu binatang ternak (binatang gembalaan). maka nikmat adalah penggembalaan Allah. Pantaslah orang-orang sholeh mendapatkan nikmat karena mereka senantiasa dalam penggembalaan atau pengasuhan Allah. Orang yang dalam pengasuhan Allah tidak perlu kaya karena kaya itu ada di dalam hati. Ia tidak khawatir dengan harta karena banyak ataupun sedikit, semua milik Allah. Jika tidak ada harta, ia tenang karena Allah yang akan memberinya makan seperti penggembala yang pasti akan memberi makan gembalaannya. Jika tidak ada sesuatu yang ditinggalkan untuk keturunannya, ia serahkan semua kepada Allah karena Allah pasti yang akan mengurus semua keperluan anak cucunya. Jika ia diberi titipan harta oleh Allah ia tidak akan sombong karena semua milik-Nya, ia hanya agen penyalur harta untuk orang lain yang mungkin pintu rejekinya dititipkan kepadanya. Bagaimana kau merasa bangga akan dunia yang sementara? Bagaimana engkau kafir padahal sebelum ini engkau adalah benda mati? Bagaimana mungkin kini kau sombong padahal sebelum ini engkau terbuat dari air yang hina?"
Melihat banyak kejadian yang memperlihatkan betapa rakyat kita miskin, ribuan orang antri bersusah payah hanya untuk mendapat uang Rp 40.000,- ribuan orang muslim miskin berdesak-desakan menanti sedekah orang Konghucu, rela berdesakan, terinjak-injak, pingsan, bahkan ada yang meninggal hanya karena uang yang sedikit. bahkan yang mengherankan ada orang yang sebenarnya tidak perlu mengantripun ikut antri. Ada orang yang marah-marah karena tahun ini tidak lagi diberi jatah zakat dari amilin, ada orang yang tidak pantas dapat BLT malah mendapat BLT.
Jika kau melemahkan dirimu (membuat seolah-olah kita ini miskin sehingga pantas mendapat jatah zakat, pemberian dan sedekah) padahal kita masih mampu, maka Allah akan mencatat kita sebagai orang yang lemah. bahkan pada suatu wawancara di salah satu stasiun televisi seorang pengantri berkata, walaupun ia berdesakan dan terinjak-injak hingga pingsan ia tidak kapok dan tahun depan ia akan antri lagi. Subhanallah suatu niat untuk miskin lagi tahun ini hingga dapat antri tahun depan. Merancang suatu kemiskinan dan penderitaan setahun kedepan. Betapa tidak optimis! kenapa tidak berharap semoga tahun depan saya bisa memberi pada orang lain bukan tetap menjadi pengantri sedekah orang lain!
YOU ARE WHAT YOU THINK ABOUT. Kembali kepada nikmat Allah. Nikmat itu ada di dalam hati, bukan pada materi. Satu PR besar bagi kita, meningkatkan mental bangsa kita yang pesimis menjadi optimis. Indikator kemajuan suatu bangsa tidak hanya diukur melalui materi tetapi pada sikap mental, dan budaya yang luhur.
Meningkatkan ekonomi bukan jalan utama menjadi bangsa yang mulia dan beradab. Rasulullah telah menorehkan jejaknya, pribadi mulia, sikap optimis adalah kunci kemajuan. Merekalah orang-orang yang telah diberi nikmat!
Ya Allah tunjukilah kami (keluarga kami, bangsa kami) ke jalan yang lurus. yaitu jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat (penggembalaan atau pengasuhan Mu). Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar